Siapakah
kiranya orang yang dipegang oleh Rasulullah saw dengan tangan kanannya sambil
bersabda, "Sesungguhnya setiap ummat mempunyai orang
kepercayaan, dan sesungguhnya kepercayaan ummat ini adalah Abu 'Ubaidah Ibnul
Jarrah."
Siapakah
orang yang dikirim oleh Nabi ke medan tempur Dzatus Salasil sebagai bantuan
untuk Amar bin 'Ash, dan diangkatnya sebagai panglima dari suatu pasukan yang
di dalamnya terdapat Abu Bakar dan Umar.
Siapakah
sahabat yang mula pertama disebut sebagai amirul umara atau panglima besar ini.
Dan siapakah orang yang tinggi perawakannya tetapi kurus tubuhnya, tipis
jenggotnya, berwibawa wajahnya, dan ompong karena patah dua gigi mukanya.
Siapakah
kiranya orang kuat lagi terpercaya, sehingga Umar bin Khattab ketika hendak
menghembuskan nafasnya yang terakhir pernah berkata mengenai pribadinya, "Seandainya Abu 'Ubadah ibnul Jarrah masih
hidup, tentulah ia di antara orang-orang yang akan saya angkat sebagai
penggantiku. Dan jika Tuhanku menanyakan hal itu tentulah,
"Saya angkat kepercayaan Allah dan kepercayaan Rasul-Nya."
Dia lah yang membunuh ayahnya yang berada di
pasukan musyrikin dalam perang Badar, sehingga ayat Al-Qur'an turun mengenai hal
ini,
Artinya : "Engkau
tidak menemukan kaum yang beriman kepada Allah dan hari kiamat yang mengasihi
orang-orang yang menentang Allah swt. dan Rasulullah, walaupun orang tersebut
ayah kandung, anak, saudara atau keluarganya sendiri. Allah telah mematri
keimanan di dalam hati mereka dan Dia bekali pula dengan semangat. Allah akan
memasukkan mereka ke dalam surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai,
mereka akan kekal di dalamnya. Akan menyenangi mereka, di pihak lain mereka pun
senang dengan Allah. Mereka itulah prajurit Allah, ketahuilah bahwa prajurit
Allah pasti akan sukses". (Al-Mujadilah,
22)
Rasulullah saw. menjulukinya dengan seorang
yang "Gagah dan Jujur ". Ia adalah Abu 'Ubaidah, Amir bin
Abdillah ibnul Jarrah ra. lahir di Mekah, di sebuah rumah
keluarga suku Quraisy terhormat. Nama lengkapnya adalah Amir bin Abdullah
bin Jarah yang dijuluki dengan Abu Ubaidah. Abu Ubaidah adalah seorang
yang berperawakan tinggi, kurus, berwibawa, bermuka ceria, rendah diri dan
sangat pemalu.Beliau termasuk orang yang berani ketika dalam kesulitan, dia
disenangi oleh semua orang yang melihatnya, siapa yang mengikutinya akan merasa
tenang.
Abu
'Ubaidah, Amir bin Abdillah ibnul Jarrah masuk Islam melalui Abu Bakar Shiddiq di awal
mula kerasulan, yakni sebelum Rasulullah saw mengambil rumah Arqam sebagai
tempat da'wah. Ia ikut hijrah ke Habsy pada kali kedua. Ia kembali pulang agar dapat mendampingi
Rasulullah di perang Badar, perang Uhud, dan pertempuran-pertempuran lainnya. Lalu sepeninggal Rasulullah, dilanjutkannya
gaya hidupnya sebagai seorang kuat yang dipercaya mendampingi Abu Bakar dan
kemudian Umar dalam pemerintahan masing-masing dengan mengesampingkan dunia
kemewahan dalam menghadapi tanggung jawab keagamaan, baik dalam zuhud dan
ketaqwaan, amanah dan keteguhan.
Ketika
Abu 'Ubaidah bai'at atau sumpah setia kepada Rasulullah saw akan membangkitkan
hidupnya di jalan Allah, ia menyadari sepenuhnya makna kata-kata yang tiga ini:
berjuan dijalan Allah, dan telah memiliki persiapan sempurna untuk menyerahkan
kepadanya apa saja yang dibutuhkan berupa darma bakti dan pengurbanan.
Semenjak
ia mengulurkan tangannya untuk bai'at kepada Rasulullah, ia tidak memperhatikan
kepentingan pribadi dan masa depannya. Seluruh
kehidupannya dihabiskan dalam mengemban amanat yang dititipkan Allah kepadanya
dan dibaktikan pada jalan-Nya demi mencapai keridhaan-Nya. Tidak ada suatu pun yang dikejar untuk
kepentingan dirinya pribadi, dan tidak satu keinginan atau kebencian pun yang
dapat menyelewengkannya dari jalan Allah itu.
Maka
tatkala Abu 'Ubaidah telah menepati janji yang dilakukan oleh para sahabat
lainnya, dilihat pula oleh Rasulullah sikap jiwa dan tata cara kehidupannya
yang menyebabkannya layak untuk menerima gelar mulia yang diserahkan serta
dihadiahkan Rauslullah kepadanya, dengan sabdanya: "Orang kepercayaan ummat ini, Abu 'Ubaidah
ibnul Jarrah."
Amanat
atau kepercayaan yang dipenuhi oleh Abu 'Ubaidah atas segala tanggung jawabnya,
merupakan sifatnya yang paling menonjol. Misalnya waktu perang Uhud, dari gerak gerik
dan jalan pertempuran, diketahui bahwa tujuan utama dari orang-oarng musyrik
itu adalah bukanlah hendak merebut kemenangan, tetapi untuk menghabisi riwayat
Nabi Besar dan merenggut nyawanya. Ia
berjanji pada dirinya untuk selalu dekat dengan Rasulullah di arena perjuangan
itu.
Maka
dengan pedangnya yang terpercaya seperti dirinya pula, ia maju ke muka,
merambah dan mendesak tentara berhala yang hendak melampiaskan maksud jahat
mereka untuk memadamkan nur Ilahi. Setiap
suasana medan pertempuran memaksanya terpisah jauh dari Rasulullah saw, ia
tetap bertempur tanpa melepaskan pandangan matanya dari posisi Rasulullah itu
yang selalu diikutinya dengan hati cemas dan jiwa gelisah. Jika dilihatnya ada bahaya yang mengancam Nabi,
maka ia bagaikan disentakan dari tempatnya lalu melompat menerkam musuh-musuh
Allah dan mengusir mereka ke belakang sebelum mereka sempat mencelakakannya.
Suatu
ketika pertempuran berkecamuk dengan hebatnya, ia terpisah dari Nabi karena
terkepung oleh tentara musuh, tetapi seperti biasa kedua matanya bagai mata
elang mengintai kedaan sekitarnya. Hampir
saja ia gelap mata, melihat sebuah anak panah meluncur dari tangan seorang
musyrik lalu mengenai Nabi. Terlihatlah
pedangnya yang sebilah itu berkelibatan, tak ubah bagai seratus bilah pedang
menghantam musuh yang mengepungnya sampai mencerai-beraikan mereka, lalu ia
terbang mendapatkan Rasulullah. Didapatinya
darah beliau yang suci mengalir dari wajahnya, dan dilihatnya Rasulullah,
Al-Amin, menghapus darah dengan tangan kanannya, sambil bersabda: "Bagaimana mungkin berbahagia suatu kaum
yang mencemari wajah Nabi mereka, padahal ia menyerunya kepada Nabi mereka,
padahal ia menyerunya kepada Tuhan mereka."
Abu
'Ubaidah melihat dua buah mata rantai baju besi penutup kepala Rasulullah
menancap di kedua belah pipinya. Abu
'Ubaidah tak dapat manahan hatinya lagi; ia segera menggigit salah satu mata
rantai itu dengan gigi manisanya lalu menariknya dengan kuat dari pipi
Rasulullah sampai tercabut keluar, tetapi bersamaan dengan itu, tercabut pula
sebuah gigi manis Abu' Ubaidah, lalu ditariknya mata rantai yang kedua dan
tercabut pulalah gigi manis Abu 'Ubaidah yang kedua.
Abu
Bakar Shiddiq berkata menceritakan peristiwa itu: "Di waktu perang Uhud
dan Rasulullah ditimpa anak panah sampai dua buah rantai ketopong masuk ke dua
belah pipinya bagian atas, saya segera berlari mendapatkan Rasulullah saw
kiranya ada seorang yang datang bagaikan terbang dari jurusan timur, maka
kataku: "Ya Allah, moga-moga itu merupakan pertolongan." Dan kala kami sampai pada Rasulullah, kiranya
orang itu adalah Abu 'Ubaidah yang telah mendahuluinya ke sana, dan katanya,
"Atas nama Allah, saya minta kepada Anda wahai Abu Bakar, agar saya
dibiarkan mencabutnya dari pipi Rasulullah saw." Saya pun membiarkanya,
maka dengan gigi mukanya Abu 'Ubaidah melepaskan salah satu mata rantai baju
besi penutup kepala beliau sampai ia terjatuh ke tanah, dan bersamaan dengan
itu jatuhlah pula sebuah gigi manis Abu' Ubaidah. Kemudian ditariknya pula mata rantai yang kedua
dengan giginya yang lain sampai sama tercabut, menyebabkan Abu 'Ubaidah tampak
di hadapan orang banyak bergigi ompong. "
Di
saat-saat bertambah besar dan meluasnya tanggung jawab para sahabat, maka
amanah dan kejujuran Abu 'Ubaidah meningkatlah pula. Tatkala ia dikirim oleh Nabi saw dalam
ekspedisi "Daun Khabath" dengan memimpin lebih dari tiga ratus
orang prajurit sedang berbekalan mereka tidak lebih dari sebakul kurma,
sementara tugas sulit dan jarak yang akan ditempuh jauh pula, Abu 'Ubaidah
menerima perintah itu dengan taat dan hati gembira. Bersama anak buahnya pergilah ia ke tempat yang
dituju, dan berbekallah setiap prajurit setiap harinya hanyalah segenggam
kurma. Ketika perbekalan hampir habis, maka bagian masing-masing prajurit
hanyalah sebuah kurma untuk sehari. Tatkala
habis sama sekali, mereka mulai mencari daun kayu yang disebut "khabath,"
lalu mereka tumbuk sampai halus seperti tepung dengan menggunakan alat senjata. Di samping daun-daun itu dijadikan sebagai
makanan, dapat pula mereka gunakan sebagai wadah untuk air minum. Itulah sebabnya ekspedisi ini disebut ekspedisi
"Daun Khabath."
Mereka
terus maju tanpa menghiraukan lapar dan dahaga, dan tak ada tujuan mereka
kecuali menyelesaikan tugas mulia bersama panglima mereka yang kuat lagi
terpercaya. Rasulullah amat sayang kepada Abu 'Ubaidah sebagai orang
kepercayaan ummat, dan beliau sangat terkesan kepadanya. Tatkala datang perutusan Najran dari Yaman
menyatakan keislaman mereka dan meminta kepada Nabi agar dikirim bersama mereka
seorang guru untuk mengajarkan Al-Qur'an dan As-Sunnah serta seluk beluk agama
Islam, maka ujar beliau: "Baiklah,
akan saya kirim bersama Tuan-Tuan seorang yang terpercaya, benar-benar
terpercaya, benar-benar terpercaya, benar-benar terpercaya."
Para
sahabat mendengar pujian yang keluar dari mulut Rasulullah saw ini, dan
masing-masing berharap agar pilihan agar jatuh kepada dirinya, sampai beruntung
beroleh pengakuan dan kesaksian yang tak dapat diragukan lagi kebenarannya.
Umar bin
khattab menceritakan peristiwa itu sebagai berikut: "Aku tak pernah
berangan-angan menjadi amir, tetapi ketika itu aku tertarik oleh ucapan beliau
dan mengharapkan yang dimaksud beliau itu adalah aku. Aku cepat-cepat berangkat untuk shalat dhuhur. Dan tatkala Rasulullah selesai mengimami kami
shalat dhuhur, beliau memberi salam, lalu menoleh ke sebelah kanan dan
kiri.Maka saya pun mengulurkan badan agar terlihat oleh beliau. Tetapi ia juga masih melayangkan pandangannya
menacari-cari, sampai akhirnya tampaklah Abu 'Ubaidah, maka dipanggilnya, lalu sabdanya: "Pergilah berangkat bersama mereka dan
selesaikanlah apabila terjadi perselisihan di antara mereka dengan
haq." Maka Abu 'Ubaidah berangkatlah bersama
orang-orang itu.
Dengan
peristiwa ini, tentu saja tidak berarti bahwa Abu 'Ubaidah merupakan
satu-satunya yang mendapat kepercayaan dan tugas dari Rasulullah, sedang
lainnya tidak. Maksudnya adalah bahwa ia adalah salah seorang
yang beruntung beroleh kepercayaan yang berharga serta tugas mulia ini. Di samping itu, ia adalah salah seorang,
mungkin juga satu-satunya orang pada masa itu, yang berpropesi da'i.
Sebagaimana
Abu Ubaidah menjadi seorang kepercayaan di masa Rasulullah saw, demikian pula
setelah Rasulullah wafat, ia tetap sebagai orang kepercayaan, memikul semua
tanggung jawab dengan sifat amanah. Wajarlah apabila ia menjadi suri tauladan
bagi seluruh ummat manusia.
Di bawah
panji-panji Islam, kemana pun ia pergi, ia adalah seorang prajurit yang dengan
keutamaan dan keberaniannya melebihi seorang amir atau panglima, dan disaat ia
sebagai panglima, karena keikhlasan dan kerendahan hatinya, menyebabkan tidak
lebih dari seorang prajurit biasa.
Kemudian,
tatkala Khalid bin Walid sedang memimpin tentara Islam dalam salah satu
pertempuran terbesar yang menentukan, tiba-tiba amirul mu'minin Umra
mema'lumkan titahnja untuk mengangkat Abu 'Ubaidah sebagai pengganti Khalid,
maka demi diterimanya berita itu, dari utusan khalifah, dimintanya orang itu
untuk merahasiakan berita tersebut kepada umum. Sementara, Abu 'Ubaidah sendiri mendiamkannya
dengan suatu niat dan tujuan baik sebagai lazimnya dimiliki seorang zuhud,
arif, bijaksana, lagi dipecaya, menunggu selesainya Panglima Khalid itu merebut
kemenangan besar.
Setelah
kemenangan tercapai, barulah ia mendapatkan Khlaid dengan hormat dan ta'dhimnya
untuk menyerahkan surat dari amirul mu'minin. Ketika Khalid bertanya kepadanya, "Semoga
Allah memberimu rahmat wahai Abu 'Ubaidah, Apa sebanya Anda tidak menyampaikannya kepadaku
di waktu datangnya? " Maka
ujar kepercayaan ummat itu," Saya tidak ingin mematahkan ujung tombak
anda, dan bukan kekuasaan dunia yang kita tuju, dan bukan pula untuk dunia kita
beramal. Kita semua bersaudara karena Allah."
Demikianlah,
Abu 'Ubaidah telah menjadi panglima besar di Syria Di bawah kekuasaanya,
bernaung sebagian besar tentara Islam, baik dalam luas wilayahnya, maupun dalam
perbekalan dan jumlah bilangannya. Tetapi
ia tetap terlihat seperti salah seorang prajurit biasa serta pribadi biasa dari
kaum muslimin.
Ketika
sampai kepadanya perbincangan orang-orang Syria tentang dirinya dan ketakjuban
mereka terhadap sebutan panglima besar, dikumpulkannya mereka lalu ia berdiri
menyampaikan pidato, "Hai ummat manusia. Sesungguhnya saya ini adalah
seorang muslim dari suku Quraisy. Dan siapa saja diantara kalian, baik ia
berkulit merah atau hitam yang lebih takwa dari padaku, hatiku ingin sekali
berada dalam bimbingannya."
Kedudukannya
sebagai panglima besar, dan pemimpin tentara Islam yang paling banyak jumlahnya
dan paling menonjol keperwiraannya serta paling besar kemenangannya, begitu pun
sebagai wali negeri diwilayah Syria yang semua kehendakanya terjadi dan
perintahnya ditaati, maka semua itu dan lainnya yang serupa, tidak menggoyahkan
ketakwaanya sedikit pun, dan tidak dijadikan andalan.
Amirul
Mu'minin umar bin Khattab datang berkunjung ke Suriah, kepada para penyambutnya
ditanyakannya: "Mana saudara saya?" "Siapa?," ujar mereka. "Abu 'Ubaidah Ibnul Jarrah," katanya pula. Kemudian datanglah Abu 'Ubaidah
yang kemudian dipeluk oleh Amirul Mu'minin, lalu mereka pergi bersama-sama
kerumahnya. Maka tidak satu pun perabotan rumah tangga ada
di rumah itu, kecuali pedang, tameng serta pelana kendarannya.
Sambil
tersenyum, Umar bertanya kepadanya, "Mengapa tidak kau ambil untuk
dirimu sebagaimana dilakukan oleh orang lain?" Maka jawab Abu
'Ubaidah, "Wahai Amirul Mu'minin, ini menyebabkan hatiku lega dan
sempat beristirahat."
Abu Ubaidah bin Jarah ra. ikut partisipasi
dalam semua peperangan Islam, bahkan selalu memiliki andil besar dalam setiap
peperangan tersebut. Dia berangkat membawa pasukan menuju negeri Syam,
dengan izin Allah dia berhasil menaklukkan semua negeri tersebut.Ketika wabah penyakit
Taun merajalela di negari Syam, Khalifah Umar bin Khatab ra mengirim surat
untuk memanggil kembali Abu Ubaidah.
Namun Abu Ubaidah menyatakan keberatannya
sesuai dengan isi surat yang dikirimkannya kepada khalifah yang berbunyi, "Hai
Amirul Mukminin! Sebenarnya saya tahu, kalau kamu membutuhkan saya, akan tetapi
seperti kamu ketahui saya sedang berada di tengah-tengah serdadu muslimin. Saya
tidak ingin menyelamatkan diri sendiri dari musibah yang menimpa mereka dan
saya tidak ingin berpisah dari mereka sampai Allah sendiri menetapkan
keputusannya terhadap saya dan mereka. Karena itu, sesampainya surat saya ini,
tolonglah saya dibebaskan dari panggilam beliau dan izinkanlah saya tinggal di
sini. " Setelah Umar ra membaca surat itu, dia menangis, sehingga
para hadirin bertanya, "Apakah Abu Ubaidah sudah meninggal?" Umar
menjawab, "Belum, akan tetapi kematiannya sudah di ambang pintu."
Menjelang kematian Abu Ubaidah ra dia berpesan
kepada pasukannya, "Saya pesankan kepada kalian sebuah pesan, jika
kalian terima, kalian akan baik, 'Dirikanlah salat, bayar zakat, puasalah bulan
Ramadan, berdermalah, tunaikan ibadah haji dan umrah, saling nasihat
menasihatilah kalian, sampaikanlah nasihat kepada pimpinan kalian, jangan suka
menipunya, janganlah kalian terpesona dengan keduniaan, karena betapapun
seorang melakukan seribu upaya, dia pasti akan menemukan kematiannya seperti
saya ini. Sungguh Allah telah menetapkan kematian untuk setiap pribadi manusia,
oleh sebab itu semua mereka pasti akan mati. Orang yang paling beruntung adalah
orang yang paling taat kepada Allah dan paling banyak bekalnya untuk akhirat
... Assalamu alaikum warahmatullah'. " Kemudian beliau melihat ke
Muaz bin Jabal ra dan mengatakan, "Ya Muaz! imamilah salat
mereka." Setelah itu, Abu Ubaidah ra. pun menghembuskan nafasnya
yang terakhir.
Sepeninggal Abu Ubaidah ra Muaz bin Jabal
berpidato di hadapan kaum muslimin yang berisi, "Hai sekalian kaum
muslimin! Kalian sudah dikejutkan dengan berita kematian seorang pahlawan, yang
demi Allah saya tidak menemukan ada orang yang lebih baik hatinya, lebih jauh
pandangannya, lebih suka terhadap hari kemudian dan sangat senang memberi
nasihat kepada semua orang dari dia. Karena itu kasihanilah dia, semoga kamu
akan dikasihani Allah. "
Tatkala
Amirul Mu'minin Umar Al-Faruq, mendengar berita berkabung meninggalnya Abu
'Ubaidah. Maka terpejamlah kedua pelupuk matanya yang telah digenangi air. Dan air itu pun meleleh, hingga Amirul Mu'minin
membuka matanya dengan tawakal menyerahkan diri. Dimohonkannya rahmat untuk sahabatnya itu, dan
bangkitlah kanangan-kenangan lamanya bersama almarhum ra. yang ditampungnya
dengan hati sabar diliputi duka. Kemudian
diulangi kembali ucapan tersebut sahabatnya itu, katanya: "Seandainya
aku bercita-cita, maka tak adalah harapanku selain sebuah rumah yang penuh di
diami oleh tokoh-tokoh seperti Abu 'Ubaidah."
Orang
kepercayan dari ummat ini wafat diatas bumi yang telah disucikannya dari
keberhalaan Persi dan penindasan Romawi. Dan
disana sekarang ini, yaitu dalam pangkuan tanah Yordania, bermukim makam yang
mulia, tempat bersemayam jiwa yang tenteram dan ruh pilihan.
suka
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusYa Alloh ijinkanlah hamba untuk selalu meneladani kehidupannya.....amin
BalasHapusMudah-mudahan kita diberikan kemampuan oleh allah SWT untuk meneladani dan mencontohnya dalam kehidupan sehari-hari amin ya robbal alamin
BalasHapusMudah-mudahan kita diberikan kemampuan oleh allah SWT untuk meneladani dan mencontohnya dalam kehidupan sehari-hari amin ya robbal alamin
BalasHapusAMIN
BalasHapusAMIN
BalasHapusSubhanallah.. Jika dimasukkan sumber tulisan(kutipan) akn smkin bagus..
BalasHapusAllahu ..sifat kepercayaan dan pengorbanannya untuk islam sukar untuk dibalas ...semoga tenang di syurga sana ,abu ubaidah al jarar
BalasHapusAllahu ..sifat kepercayaan dan pengorbanannya untuk islam sukar untuk dibalas ...semoga tenang di syurga sana ,abu ubaidah al jarar
BalasHapusSubhanalloh, Abu 'Ubaidah bin Jarrah
BalasHapusYang bener tu namanya abu ubaidah bin jarrah atau abu ubaidillah bin jarrah ya??
BalasHapusnaon eta
BalasHapus